DLZS2 Fanfic: Mama

Genre: Humor-romance
Warning: Dongfang x Tianhua. Mungkin agak OOC. Bahasa gaul. Ada sedikit bahasa kasar juga. Alay.
Summary: Ada nenek sihir sedang menyapu kebun. Lalu setan pengganggu datang.
Disclaimer: Dragon Warrior punya Baiyi. Tapi aku boleh bikin fanfic kan?
A/N: Cross-posted dari wordpress. Untuk 5/20. Awalnya mau bikin Biru x Merah, tapi terlalu merasa bersalah. Mungkin lain hari.




Ada saatnya Dongfang iseng main ke Mo Lin Tian Men.

Eh, kata siapa. Bukan buat menyapa si nenek sihir kok. Buat apa. Dongfang sedang kesal. Kalau lagi kesel, Dongfang lebih suka menyendiri. Tapi setelah berbagai kejadian, si pirang ini sedikit berpindah dari menyendiri di kamar menjadi menyendiri berkelililing bukit tempat mereka tinggal. Pura-pura bego, pura-pura nyasar ke Mo Lin Tian Men. Ngapain? Nggak tau. Pokoknya lagi kesel dan butuh sesuatu buat pelampiasan. Lalu jalan-jalan. Taunya sampe di tempat lain.

Kebetulan. Nenek sihir lagi nyapu kebon.

Niat iseng Dongfang muncul. Melihat tumpukan daun kering yang sudah lumayan tinggi, diterjangnya gundukan sampah organik itu. Langsung mengambil posisi paling enak. Tumpukan daun itu dianggapnya kasur sendiri. Soal daun-daun yang hancur, masa bodo. Cari masalah bisa juga dihitung mencari kesibukan. Mendengar bunyi yang terdengar seperti sesuatu mengacaukan harinya, perempuan yang sedang menyapu itu berbalik badan. Sesuai dugaan anak Gu Dou Xing Men yang emang lagi cari gara-gara itu, mata perempuan itu langsung melotot dan mukanya memerah.

“Hai. Lu bisa nyapu ternyata.”

Kayu disulut api. Kebakar lah.

“APAAN SIH JAHAT KAMU AKU KAN LAGI NYAPU DAUN-DAUNAN MALAH DITIDURIN MAUMU TUH APA SIH NGAPAIN GANGGUIN ORANG KAYAK GINI NGGAK ADA KERJAAN YA SANA GANGGUIN ORANG LAIN AJA JANGAN GANGGUIN AKU!!”

Dongfang ngorek kuping. Batang sapu menyapa kepalanya.

“Cerewet. Galak amat jadi orang.” Kebetulan sifat bacot Dongfang lagi menampakkan diri.
“Ya makanya jangan suka ganggu hidup orang!” Tian Hua mendengus, menyodok muka anak nyasar tersebut dengan sapu lidi.
“EH WOY! Ih, apaan sih lu! Orang mau santai digangguin.”Dongfang bukannya bangkit malah merubah posisi jadi menyilangkan kaki. Makin bikin kesel.
“YANG GANGGUIN ITU SEBENARNYA SIAPAAAAAAAA” Tian Hua mengacungkan sapunya.
“Aduh, nenek jangan banyak marah deh. Cepet tua, makin jelek lho.”
“ENAK AJA BILANG GUE JELEK! Muka kamu tuh, kayak sampah daun!”
“Idih, ngejeknya cupu.”
Urat kemarahan Tian Hua makin membengkak.
“Daunnya hijau kok. Yang hijau siapa? Lu.”
“BACOT AH! Dongfang Mo! Jangan ganggu kedamaian di sini!”
“Tempat apa yang damai kalau seorang Lan Tianhua ada di sana?”
“DIEM. Sekarang sana pergi atau lu gue sapu!”
“Idih, nenek sihir serem.” Dongfang masih dengan lagak menyebalkannya, menyulut amarah Tianhua.

Tianhua menahan nafasnya sesaat, berusaha menyegel amarahnya yang kapanpun saat ini bisa meledak. Dia melanjutkan kegiatan menyapu yang tadi ia lakukan, mengabaikan si pirang yang cari perhatian. Sementara si pirang masih tidak beranjak. Tiduran di sana, dengan santainya melihat perempuan berkuncir dua itu menyapu.

“Hiyaaah!”

Daun-daunan terbang, tertiup ke arah Dongfang. Nggak sempat menghindar, daun-daun kering terlanjur mengerubunginya. Tianhua tertawa puas. Tidak salah keputusannya untuk mengumpulkan daun dan menyiapkannya untuk menyerang Dongfang. Yang diserbu daun jelas-jelas marah. Segera bangkit dan mengepalkan tangannya, isyarat ingin mengamuk.

“Bhak! Apa-apaan ini?!” Tianhua disembur.
“Ini hadiah buat orang yang sudah membuat hariku menjadi lebih indah!” Tianhua tersenyum.
“Hadiah lu jelek! Gue gak butuh daun! Apalagi yang dihambur persis ke muka!” Emosi Dongfang naik.
“Oh, maaf ya! Kukira kamu tumpukan daun!” Sekali-sekali. Sindiran dibalas sindiran.
“Mata lu aja udah mata nenek-nenek ya? Sampe gak bisa bedain mana orang mana daun!”

Gak jadi. Tianhua hanya puas sesaat. Laki-laki di hadapannya ini memang selalu sanggup membuat urat bemarahannya bengkak.

“Heh! Sadar diri gak sih kamu itu lebih tua daripada aku! Seenak jidat ngatain aku nenek. Aku nenek, kamu apa? Kakek? Aki? Buyut? Tetua? Moyang?”

Jreeeng.

“Cerewet.”
“Daripada kamu, nyebelin!”
“Heh, mulut tuh dijaga. Sama yang lebih tua harus ngomong lebih sopan.”
“NGACA KAMU SIALAN”
Dongfang mengangkat bahu. “Tetua pasti lelah menghadapi anak ini. Omongannya pada orang yang lebih tua sama sekali nggak baik. Lu sama ketua ngomongnya kayak gini? Heh, memprihatinkan.”
“YANG BIASANYA NGOMONG KASAR ITU KAMUUUU!!!” Batang sapu kembali menghantam Dongfang.
“Aduh! Ya ampun Tianhua! Selain perkataan, kelakuan juga harus dijaga! Tidak heran, kamu pasti disuruh menyapu karena dihukum!”
“Enak aja! Jangan samakan aku denganmu yang langganan diomeli tetua!” Tianhua mendengus untuk yang entah keberapa kalinya, “Lagipula, ngapain kamu ke sini? Ganggu tau gak sih?!”
“Tamu itu harusnya dilayani dengan baik.” Dongfang menyilangkan tangannya, “Bukannya dipukul dengan sapu! Bedakan antara tamu dengan pencuri!”
“MAU KAMU ITU APA SIH?? AKU UDAH CAPEK GAK USAH DITAMBAHIN LAGI  DONG BEBANNYA!!”
“Dan lu harus berhenti mengomel! Kayak nenek sihir aja! Gimana bisa jadi mama yang baik?”

Tianhua cengo sesaat.

“Emang nanti anak lu bakal lu omelin tiap kali salah, gitu? Hidih, gak ada orang yang mau sama lu kali kalo gitu! Nenek sihir!”

Hening. Tianhua menatap Pemuda di hadapannya dengan tatapan yang aneh. Yang ditatap kebingungan. Kok, mendadak dia diam begitu.

“Hei! Lu kenapa? Kesurupan?” Dongfang melambaikan tangannya di depan muka Tianhua.
“Barusan lu bilang Mama?”

Lah. Kok hanya dengan kata Mama dia bereaksi gitu.

“Heh? Iya. Emang kenapa?”
“Nggak. Aku nggak pernah mikir sejauh itu…”
“Nah makanya, lu har-“
“Kok kamu bisa mikir sampai situ? Jangan bilang kamu udah punya rencana?! YA AMPUN SEORANG DONGFANG MO KEBELET KAWIN!!”
“EH! EH ENAK AJA MAKSUD GUE BUKAN ITU!!”
“TERUS APA LAGI?? GILA! DONGFANG UDAH MAU KAWIN AKU HARUS KASIH TAU XIAOYI-“
“CEREWET! BUKAN GITU!!” Dongfang frustasi. ‘NANTI YANG BAKAL DIPANGGIL ‘MAMA’ SAMA ANAK GUE ITU LU, LAN TIAN HUA!! SADAR DIRI DIKIT DONG BUSET’
‘EH GUE MIKIR APAAN BARUSAN’

“Oh iya!” Tianhua berseru dengan mata berbinar. “Calonnya siapa?”

“UDAH GUE BILANG LU SALAH TANGKEP! Gue tuh cua ngebandingin lu sama bayangan ‘Mama’ yang baik! Bukannya kebelet kawin! Itu otak encerin dikit!” Dongfang memalingkan wajahnya.
“JAHAT!”
“Yah, gue prihatin aja sih sama jodoh lu. Istrinya gak bener. Tampang manis, kelakuan asem! Cerewet, ngomel terus, nyapu gak bener, palingan masak juga gak bisa!” Menjaga gengsinya, Dongfang kembali mengejek Tianhua. Setidaknya itu membuatnya merasa lebih baik.
“Siapa bilang gue gak bisa masak!?” Tianhua melotot marah.
“Emangnya bisa?” Dongfang menantang.
“Bisa lah!”
“Lu masak pun gue gak mau coba.” Dongfang mengangkat bahu dan nyengir iseng.
“Ya udah! Siapa juga yang mau masak buat kamu! Ah, tau ah aku gak peduli lagi kamu mau ngapain! Sana pergi!” Tianhua sekali lagi mendengus lalu balik badan dan kembali pada pekerjaannya, menyapu halaman. Dongfang yang merasa sedikit lebih puas, menjauh sedikit. Menghampiri pohon rindang lalu bersandar santai di bawahnya. Sekali-sekali, membiarkan Tianhua sedikit ketenangan.

‘Nanti pasti lu masak buat gue kok. Mama tenang aja’

Di mulut, panggilnya nenek sihir. Di hati? Mama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dragon Warrior the movie?

DLZS 2: Translate Bio